Beberapa waktu lalu di pertengahan 2014, saya bermain seorang diri ke salah satu mall besar di kota Bandung yang sudah lama tak saya kunjungi. Ternyata mall tersebut mengalami renovasi berupa perluasan lahan, sampai pada saatnya saya ingin shalat dan menuju mushola di tempat yang biasa yang berada di salah satu sudut yang agak sempit. Namun saya cukup terkejut karena tempat mushola telah di tutup. Saya mencoba mencari petugas keamanan dan bertanya, ternyata mushala di pindahkan ke lantai 1 di luar mall. Saya sempat berpikiran negatif, akankah mushola tersebut makin kurang nyaman, pengap atau kah lebih baik. Segera saya menuju mushola setelah saya tahu letak pastinya dengan menanyakan pada seorang satpam. Saya berbicara dan memerintah pada diri sendiri untuk bergegas ke TKP.

Setelah tiba di mushola, saya cukup tercengang karena kondisi mushola yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Mushola tersebut nyaman, sejuk, wangi, luas, tertata, dan aturannya professional (misalnya tertulis tidak boleh memberikan uang tip pada petugas sepatu). Saya taksir biaya pembuatan musholla ekslusif yang gak kalah dengan kenyamanan bioskop 21 ini mencapai ratusan bahkan milyaran rupiah. Saya sempat terpana melirik kesana kemari sambil berkata, “Kok bisa ya sampe kaya gini banget” dengan perasaan yang cukup haru. Segera saya mengambil air wudhu dan shalat dengan nyaman dan khusyu dengan dukungan situasi pada tempat tersebut ditambah gemericik air seperti suatu irama yang menyejukkan. Coba bandingkan dengan mall lain yang mayoritas musholanya  terdapat di basement, sudut gedung, pengap, kurang terawat, bau, kumuh dll.


Sebuah perenungan di lakukan saat duduk, mengamati tempat dan berpikir secara luas. Kenyamanan dan keindahan mushola yang begitu baik mengindikasikan manajemen yang begitu perhatian. Selain itu, saya harap itu merupakan indikasi dari muslim melek agama yang berinvestasi dan berhasil membuat kebijakan dengan membangun mushola yang luar biasa tersebut. Saya kembali berpikiran luas andaikata banyak pihak-pihak yang demikian, seorang muslim taat agama, kaya berlimpah dan berinvestasi di suatu tempat sehingga dia dapat memengaruhi kebijakan di dalamnya tentu hal tersebut akan sangat luar biasa mengingat arus sekularisme dan hedonisme yang begitu kuat di berbagai sudut. Terutama di mall besar seperti ini yang rasanya akan sekular dengan tuntutan sasaran serta profit yang hendak di capai.

Faktanya untuk membuat dan menghasilkan berbagai macam kebijakan besar di perlukan peran ekonomi dan politik. Ekonomi sebagai urat nadi rakyat, jalannya suatu pemerintahan, menjaga kestabilan keamanan dan memperkuat suatu Negara. Intinya, ekonomi merupakan dasar pondasi yang sangat memengaruhi aspek lainnya. Politik merupakan jalan menuju parlemen atau suatu kekuasaan tertentu demi mengatur berbagai kebijakan melalui peraturan dan perundang-undangan. Kedua elemen sentral tersebut vital untuk di kuasai muslim dalam rangka penegakan nilai Islam, keadilan dan kesejahteraan umat. Jika telah di kuasai dengan baik, di perlukan peran dari media baik cetak maupun elektronik demi menyebarkan secara massive kebijakan dan nilai Islam tersebut. Media di kuasai orang muslim yang melek akan agamanya tentu akan menayangkan tayangan yang berbobot dan bermoral tinggi. Selain itu, tayangan yang ada akan mengarahkan publik kepada kebajikan bukan pada paham sekularis, liberal, material, hedon maupun konten lainnya yang berbau kekerasan hingga pornografi.

Source: chaerolriezal.blogspot.com
Ironi, satu kata yang mewakili kenyataan yang ada pada saat ini di mana kondisi Indonesia yang sungguh memprihatinkan. Rakyatnya di manja dan di belai akan tayangan hiburan yang kurang mendidik, gaya hidup glamor para selebritis, individualisme menyebar sampai perilaku amoral merajalela di mana-mana dengan pelaku mulai dari usia kanak-kanak sampai manula. Pemerintahannya di mulai dari tingkat RT, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi sampai pejabat tinggi Negara marak melakukan tindakan tidak professional berupa korupsi, suap, etos kerja buruk sampai begitu terlenanya dengan harta, tahta dan wanita. Mereka lupa akan amanah rakyat di pundaknya dan pertanggung jawaban kelak. Mereka berkoar-koar sebagai wakil rakyat namun nyatanya kepentingan yang ada cenderung untuk diri sendiri dan golongannya saja. Sehingga bangsa ini di lecehkan, tidak berwibawa dan tidak di segani asing. Melalui pejabat Negara sebagai boneka, Negara lain leluasa menyusup dan mengatur berbagai kebijakan demi kepentingan mereka dengan berbagai konspirasi busuk yang merugikan bangsa.


Ibu Pertiwi ini perlu berbenah total diawali dengan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki intelektual yang mumpuni, emosional yang matang terkendali dan spiritual yang di junjung tinggi. Di harapkan dengan begitu mereka dapat melakukan pengabdian yang tinggi demi membela kepentingan umat sampai menyebarkan kebaikan. Setelah pembinaan yang matang tersebut, mereka dapat menempati posisi penting dalam politik, ekonomi dan media. Jika ketiga elemen tersebud telah di dominasi SDM dengan kriteria di atas, insya Allah Indonesia jaya dan berdaya akan hadir dalam kurun waktu yang lebih cepat dan optimal. Citra Indonesia di mata dunia akan berubah, rakyat akan lebih sejahtera sampai pelayanan publik yang lebih professional akan menambah semerbak keindahan negeri. Karena hidup ini hanya sekali, gunakan untuk mengabdi kepada Illahi Rabbi dan mari kita bangun negeri dengan sepenuh hati agar kejayaannya kembali demi surga yang menjadi tujuan abadi.

(Agung Budi Prasetyo)